Monday, May 28, 2012

Memuji Kedaulatan Allah


 Selama melayani sebagai pembina rohani bagi YMCA di Mesir (1915–1917), Oswald Chambers telah mempengaruhi hidup banyak tentara yang tewas dalam Perang Dunia I. Pada tanggal 6 November 1916, Chambers menulis dalam buku hariannya: “Kami menerima surat dari seorang teman asal Selandia Baru bahwa Ted Strack telah terbunuh. Jadi, Ted Strack telah ‘pergi untuk tinggal bersama Yesus.’ Begitulah caranya ia mau dikenang . . . [Ted] adalah seorang pemuda saleh yang lugas dan murah hati, tak mengenal takut, dan menyenangkan. Bersyukur kepada Allah untuk setiap kenangan tentang dirinya . . . Jadi mereka dikumpulkan satu demi satu.”
Ketika berduka atas kematian seseorang yang kita kasihi, kita berpegang pada janji Yesus tentang kehidupan setelah kematian. Kitab Wahyu mencatat penglihatan Yohanes tentang sekumpulan besar orang dari segala bangsa, suku, kaum dan bahasa yang berdiri di hadapan takhta Allah di surga (7:9). Kebenaran yang tersirat dan melingkupi bagian Alkitab ini adalah bahwa ini merupakan suatu perjumpaan kembali yang penuh sukacita ketika “Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu akan menggembalakan [kita] dan akan menuntun [kita] ke mata air kehidupan” (ay.17).
Meninggalnya setiap orang percaya dalam Kristus merupakan gambaran tentang suatu hari kelak ketika kita akan berkumpul kembali bersama mereka dan Tuhan. Dalam kesedihan kita sekarang ini, kita memiliki pengharapan karena mengetahui bahwa “mereka dikumpulkan satu demi satu.” —DCM
Di balik malam kita berjumpa
Kawan seiman yang ditebus;
Di rumah Bapa tak lagi pisah,
Di balik malam kekal kudus. —Brock
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 284)
Perpisahan merupakan kodrat duniawi; perjumpaan kembali itu kodrat surgawi.

Dalam bukunya The Last of the Mohicans (Suku Mohikan yang Terakhir), James Fenimore Cooper menceritakan tentang seorang tokoh bernama David Gamut. Ia adalah seorang Kristen yang taat dan suka menyanyikan ayat-ayat Mazmur dalam situasi apa pun yang dihadapinya. Gamut percaya bahwa Allah dapat diandalkan di tengah masa krisis maupun di masa senang. Ia menjalani hidup dengan penuh pujian akan kedaulatan Allah, yaitu pada kuasa, otoritas, dan kendali- Nya yang mutlak atas dunia ini.
Alkitab juga menceritakan tentang Daud yang sungguh pernah hidup. Raja Daud dari Israel adalah seseorang yang tidak asing lagi pada keadaan hidup yang tak terduga dan ia suka menanggapi semua itu dengan memuji Allah. Ia mengalahkan raksasa Goliat dengan umban dan batu, ia dikejar-kejar Raja Saul yang ingin membunuhnya, dan ia berhasil mempersatukan bangsa Israel di bawah pemerintahannya. Namun di dalam segala keadaan tersebut, Daud masih menyempatkan diri untuk menulis dan menyanyikan mazmur pujian bagi Allahnya yang berdaulat. Sebagai contoh, ia menulis, “Tuhan sudah menegakkan takhta-Nya di sorga dan kerajaan-Nya berkuasa atas segala sesuatu” (Mzm. 103:19). Daud memahami bahwa dalam keadaan apa pun kita dapat menyembah dan mengucap syukur kepada Allah atas pemeliharaan dan kendali-Nya.
Apakah yang sedang Anda alami hari ini? Saat-saat yang penuh berkat atau justru pencobaan? Dalam keadaan apa pun, ingatlah teladan yang Daud berikan, dan nyanyikanlah pujian kepada Allah untuk kekuasaan-Nya atas hidup kita. —HDF
Tuhan, bentuk hidupku seperti yang Engkau mau, 
Pandu aku setiap hari dengan rencana kasih-Mu; 
Ambillah yang Kau perlu dan berilah sesuai kehendak-Mu; 
Hidupku ini milik-Mu untuk Kau pakai dan penuhi. —Branon
Haleluya! Pujilah Dia sesuai dengan kebesaran-Nya yang hebat! —Mazmur 150:1-2
 http://rbcindonesia.org/