By: Gerda Silalahi
Lama tak mengikuti kebaktian pukul 18.00 di gerejaku semasa belum menikah: HKBP Jalan Soeprapto. Mungkin sudah lebih dari 5 tahun aku tidak pernah kebaktian sore disini. Sejak menikah, langsung hamil, dan sibuk ngurus Belle. Aku sempat cuti main organ 2 tahun, dan lebih sering ikut kebaktian pagi atau di GPIB tempat Noldy dan aku diberkati dan terdaftar sebagai jemaat. Kembali lagi main organ di HKBP, hanya untuk kebaktian pukul 09.30, kebaktian yang berbahasa batak, maklum sebagai anak Tarutung, aku lebih mahir berbahasa batak dan terutama aku lebih terbiasa mengiringi lagu2 dari buku ende bahasa batak.
Minggu kemarin, aku dan Noldy bersama Belle memutuskan mengikuti kebaktian sore di HKBP . Setibanya di gereja, sudah agak telat, pukul 18.03. Kami langsung dikagetkan dengan hingar bingar iringan band mengiringi lagu persekutuan yang bertempo cepat. Wah, wah..., rasanya aneh banget. Memang sudah berapa tahun belakangan gerejaku ini memakai iringan band untuk kebaktian anak muda, pukul 18.00 sore. Lengkap pula dengan screen besar di depan untuk menayangkan lirik lagu yang sedang dinyanyikan.
Hatiku campur aduk, baru kusadari ternyata aku belum siap menerima perubahan drastis ini. Bahkan GPIB dan GKI yang mungkin lebih 'terbuka pada perubahan' dibanding HKBP yang sering dianggap gereja tua dan old fashion banget, belum menerapkan iringan full band seperti ini. Kembali terkenang heningnya beribadah di HKBP Pusat Pearaja Tarutung dan HKBP Kota Tarutung. Hingga ada istilah ibarat sebuah kancing peniti jatuh, pasti akan terdengar jelas saking hening dan hikmatnya. Ketika bernyanyi, yang mengiringi jemaat bernyanyi hanya poti marende (organ) yang entah kenapa mendengar suaranya saja kita bisa merinding. Aku merasa beruntung pernah mengalami masa-masa itu, merasakan menjadi pemain organ saat itu, sejak umur 12 tahun, bahkan saat kakiku belum bisa menginjak pedalnya. Adalah Amang guru Limbong, bapaknya Gloria Limbong yang menginjak pedal suara dan pedal bas itu untukku. Amang yang sabar mengajar aku bermain organ ini selalu duduk di belakangku, menemani aku bermain organ. Ketika tiba waktunya membacakan warta jemaat alias tingting, Amang Limbong akan muncul dari belakangku berjalan ke arah mimbar.
Aku bahkan baru 'mengenal' dan berpartner dengan piano sebagai pengiring jemaat bernyanyi baru berapa tahun lalu disini. Awalnya berasa sama saja, tapi semakin lama semakin indah. Mungkin karena kami sudah semakin harmonis dan adik-adikku para pemain piano yang sudah semakin mahir berimprovisasi. Sekarang aku malah merasa tanpa piano, bermain organ di HKBP rasanya seperti memasak tanpa garam.
Namun ternyata mendengar hingar bingar mendengar iringan full band untuk lagu persekutuan di ibadah HKBP, aku belum siap. Rasanya tidak rela melihat HKBPku berubah demikian drastisnya. Memang benar, sejak ada iringan band ini aku sering mengamati di warta jemaat, anak muda yang mengikuti kebaktian sore semakin ramai. Dari hanya 400, sekarang mencapai 700 orang. Juga pada hari ini, aku mendapat tempat duduk paling belakang saking penuhnya. Mobil pun harus diparkir jauh di luar halaman gereja. Suatu kondisi yang tidak pernah terjadi ketika belum ada iringan band, biasanya hanya terjadi pada saat Natal dan hari besar gereja lainnya.
Yang menarik buatku menyaksikan Amang yang par Agenda bertepuk tangan dengan semangat di depan, beberapa sintua dan jemaat juga bertepuk tangan mengikuti lagu. Wah, terobosan luar biasa. Memang belum semua jemaat tepuk tangan, termasuk aku dan Noldy. Aku masih berasa canggung, berasa seperti bukan di HKBP. Sekali-sekali aku memang mengikuti kebaktian persekutuan di kantor maupun di Glow Fellowshipnya Pdt. Gilbert Lumoindong, disana aku bertepuk tangan tanpa sungkan. Memang ini tempat bertepuk tangan sambil bernyanyi pikirku.
Setelah introitus, masuk lagu kedua dst, semua memakai lagu Kidung Jemaat (KJ). Lagu bertempo sedang, diiringi band dengan tempo yang tepat. Wah, ini baru cocok nih buatku. Ternyata iringan band itu tidak selalu hingar bingar seperti lagu2 di persekutuan. Jika lagunya diambil dari KJ, rasanya tidak berisik dan masih berasa HKBPnya. Apalagi ketika Koor Ina menyanyikan lagunya dengan kekhasannya : lambat, singil, nada dan tempo tidak padu. Langsung berasa kembali ke HKBP totok :)
Ini minggu pertama Amang Pdt Bakara sebagai pendeta resort yang baru bertugas menggantikan Amang Pdt Ramlan Hutahaean yang sekarang menjadi Sekjen HKBP. Kotbahnya mengenai ibadah dan persembahan. Lumayan bagus menurutku. Sepertinya amang ini cukup berwawasan dan bisa membawakan kotbah dengan cukup menarik.
Ketika pulang, aku bersalaman dengan Amang Sintua Tambunan yang sebelumnya menjabat Ketua Dewan Musik sebelum digantikan oleh Johny dari naposobulung. Aku bilang, " berhasil program memanggil kembali anak muda kita dari jajan di luaran yah?" "Hahaha, benar sekali itu" katanya. "Lihat sendiri kan penuh sekarang gereja kita dengan anak muda kita.
"Hmmm, mungkin sebaiknya aku tidak terlalu apriori pada kebaktian full band di HKBP. Tapi menurutku pribadi, alangkah baiknya jika kita memakai lagu2 dari KJ, PKJ, NKB, BE dan Supplemen BE. Dan harus diwaspadai, bisa jadi ini hanya femonena sesaat, anak muda membanjiri gereja karena ada iringan full band. Jika kotbah tetap di awang-awang, monoton dan tidak membumi.., anak muda ini pasti akan kembali jajan dan meninggalkan HKBP. Yang apparently, menurut pengamatanku adalah gereja dengan jemaat terutama anak muda paling sering beribadah di luaran. Buktikan sendiri ke Tiberias dan Bethany maupun Glow Fellowship, pasang telinga lebar2, pasti ada saja yang bicara dalam bahasa batak atau berdialek batak disana. Dan tanyakan mereka jemaat mana? Pasti HKBP.