Sunday, October 18, 2009

Minggu sore yang mencerahkan hati

Waktu sudah menunjukkan pukul 23.46 WIB, saat yang baik untuk tidur dan terbang ke alam mimpi, apalagi besok hari senin, hari ke-19 di bulan Oktober, juga hari untuk kembali mulai beraktivitas. Namun mata belum berasa ngantuk, masih betah melotot manis, mungkin karena tidur singkatku tadi siang yang sejujurnya bukan suatu kebiasaanku atau mungkin juga karena pengaruh bubur BRD yang baru satu jam yang lalu aku nikmati bersama dua temanku, Sisca dan Elisabeth. Hmm….masih terasa nikmatnya. Aku beranjak dari tempat tidur lalu duduk bersandar di kursi meja computer, pikiranku melayang pada apa yang kualami sebelum aku tiba di rumah, tepatnya tujuh jam sejak berangkat ke gereja. Apakah malam ini aku akan menulis atau merekam tentang apa yang berkecamuk dalam pikiranku ini? Batinku. Biasanya aku akan lebih senang memilih merekam suaraku di mp4. Dengan merekam, waktu yang diperlukan tidak sebanyak waktu dibutuhkan untuk menulis, apalagi ini sudah larut, menulis bisa dilakukan di mana saja. Tapi entah kenapa aku malah memilih untuk menulis, bahkan tidak tanggung-tanggung aku malah ingin menulis langsung di halaman blogku, bukan di buku diary/note seperti biasanya. Ah sudahlah, pikirku, yag penting semua isi pikiran ini dapat tertuang. Akhirnya kuurungkan niatku untuk membuka facebook supaya aku bisa konsentrasi menulis, dan baru kusadari, tanganku sebelah kanan masih memegang erat dua kertas kuning yang tadi aku raih dari tas gereja yang tergeletak di sampingku, warta jemaat dan bulletin Ibsus hari ini. Yah, kedua isi kertas itu telah membuatku menangis saat ibadah sore di gereja HKBP Jatiwaringin.


Tadi, tepat jam 15.25 WIB, aku berangkat ke gereja, sebelumnya aku sudah janji sama temanku, Sisca, akan kebaktian bersama di Ibadah Khusus HKBP Jatiwaringin. Dikarenakan jarak antara rumah dengan gereja tidak begitu jauh, aku pun berangkat dengan tidak terburu-terburu. Lima menit dia atas ojek, pasti cukup untuk menghantarkan aku tepat di pintu gerbang gereja, pikirku. Ketika dalam perjalanan menuju gereja aku menyadari cuaca sore sangat cerah dan aku juga ingin membuat susasana hatiku secerah sore itu. HAtiku tiba-tiba berkata, teguran apa yang akan kuterima dalam ibadahku sore ini? Aku tertunduk, tanganku meraba Alkitab yang ada di tasku dan mulutku berucap lirih mengungkapkan sesuatu padaNya.


Ah, ternyata perkiraanku salah, ketika tiba di gereja dan melintasi area parkiran, lamat-lamat terdengar suara jemaat bernyanyi diiringi musik band. Duh, aku telat! mungkin dua atau tiga menit. Ini pasti nyanyian panggilan beribadah, pikirku. Aku mengarahkan pandangan ke arah beberapa teman yang juga terlambat, ada yang terlihat buru-buru, ada yang sangat santai seolah-olah ibadah belum dimulai, ada yang terlihat mondar-mandir menunggu seseorang seperti yang pernah kulakukan beberapa minggu lalu, namun ada juga seperti diriku yang terlihat tenang saat tiba di depan pintu gereja, mengambil bulletin Ibsus yang sudah disediakan di atas sebuah meja, lalu memasuki ruangan gereja. Mataku tertuju pada bangku-bangku kosong di belakang yang yang tidak jauh dari tempatku berdiri dan kepada setiap jemaat yang belum begitu banyak sedang berdiri menyanyikan lagu pujian penyembahan yang sudah akrab ditelingaku. Hmm…ada yang bersemangat namun ada juga yang tidak. Aku mulai menyusuri bangku-bangku kosong bagian belakang kolom pertama yang kuyakini dalam lima sampai sepuluh menit ke depan akan membludak dipenuhi oleh anak-anak yang terlambat. Kemudian aku menghentikan langkah tepat di bangku barisan tengah yang mayoritas ditempati teman-teman naposo, lalu duduk di bangku, diapit oleh dua teman disebelahku yang tersenyum menyambutku dan melontorkan pertanyaan Sekilas kujawab dengan senyuman dan mulai mengambil sikap untuk berdoa. Setelah itu aku pun berdiri seperti teman-teman yang lain yang masih semangat bernyanyi lagu pujian kepadaNya. Lalu aku mengarahkan pandangan ke altar, tepatnya ke arah Worship Leader berkacamata. Oh,oh… cowok itu terlihat kocak disana, begitu bersemangat, kutahan senyumku, dia sedang berkoar-koar tentang Firman Tuhan sesuai tema lagu. Pandanganku kualihkan kepada tiga singer muda, tim musik dengan full bandnya dan kembali ke arah sosok berkacamata itu, Hmm..dia serius banget, sungguh, dia sedang dipenuhi Roh Kudus, aku pun mengamini kata-katanya. Kemudian aku melihat ke arah liturgis yang berdiri tegak, amang Panggabean yang sudah tidak asing bagiku, trus ke bangku parhalado, yang ditempati dua sintua serta inang Pdt. Maria br. Tampubolon, S.th yang tampak anggun dengan jubah hitamnya dan terlihat manis dan girly dengan model rambut berponi, maklumlah pendeta muda, mungkin umurnya tidak jauh beda dariku, begitulah pikiranku saat kami kenalan setahun yang lalu.


Aku mulai ikut bernyanyi sambil menatap layar di depan, mencoba membaca syair lagu-lagu yang tertera di sana, namun, hah?? Oh..oh..satu kata pun tidak bisa kubaca, terlihat kabur..!! Lho kenapa ini? Diam-diam aku memperhatikan teman disekitarku yang sedang bernyanyi dengan pandangan ke layar tanpa ada masalah. Aku pun menyadari kelemahan fisikku, namun meskipun demikian, biasanya dari bangku barisan tengah masih dapat kubaca, mungkin font size terlalu kecil dan kurang tebal atau memang mata ini yang sudah parah? Hhhh….Lalu aku mengambil bulletin ibsus yang tadi kuletakkan di laci bangku dan bermaksud untuk melihat lagu-lagu dari kertas buletin saja. Bukannya langsung membuka halaman lagunya, mataku malah lebih tertarik membaca halaman utama buletin ibsus, yang biasanya diisi dengan renungan sesuai Nats kotbah hari ini, Keluaran 4:10-17. Aku membaca kalimat paling atas, “Kerjakan saja apa yag menjadi panggilan Tuhan dalam hidupmu, percayalah pasti Tuhan akan memampukan dan menyertai.” Dag dig dug dag…jantungku berpacu cepat. Oh, kalimat itu menamparku, aku belum sanggup membaca kalimat-kalimat di bawahnya…aku yakin keterangan di bawahnya akan sangat mengena kepadaku. Mengapa harus kalimat ini lagi yang harus kubaca dan kudengar? Aku teringat, empat hari yang lalu aku juga sudah membaca nats kotbah hari ini, dan juga kalimat yang hampir persis, namun dalam bahasa batak, “Ulahon ma ulaon na pinasahat ni Debata tu ho!” Aku tahu betul, kalimat ini sangat aku butuhkan saat ini. Dengan penasaran mataku kembali menyusuri kalimat-kalimat menarik yang dimuat dibuletin itu, hatiku terenyah dan bening dimataku kutahan supaya tidak mengalir. Aku teringat akan apa yang terjadi padaku dua minggu belakangan ini. Inikah cara Tuhan menegur dan mengingatkanku? Ah, kuputuskan saja untuk tetap konsentrasi dalam ibadah, soalnya dari kemarin-kemarin juga aku sudah menyadari kalau nats kotbah hari ini akan berarti bagiku. Sekarang tingggal bagaimana aku mengambil keputusan baik dan bertindak sesuai yang Dia inginkan.


Saat mengikuti ibadah, aku menyadari kalau hampir semua lagu mengingatkanku akan beberapa hal yang terjadi dalam hidupku, lagu sebelum votum, “Tinggikan diriMu”, salah satu lagu yang mengiringi langkahku ke tempat kerja beberapa bulan lalu, trus lagu sebelum Hukum Taurat, “Here I am to worship”, lagu yang menemeniku saban aku buka situs blogku, kemudian lagu “Bagai rajawali” dan “Di bawah kepak sayapMu” mengingatkannku akan satu minggu belakangan ini, yang ingin banget melintasi langit biru bagai rajawali bersamaNya dan berlindung di bawah kepak sayapNya dalam mengatasi persoalan hidup ini dan butuh kekuatan dariNya karena kodisiku yang sangat lemah. Dan lagu-lagu lainnya, adalah lagu yang sudah sering aku bawakan dengan petikan gitar sabam malam saat aku sedang suntuk, santai atau, atau ceria. Ketika tiba doa pengakuan dosa, kurasa aku tidak kuat lagi menopang tubuh ini, tubuhku gemetar, aku terlalu kecil dihadapan Tuhan, terlalu banyak dosa yang sudah kami perbuat, aku tidak bisa menahan airmataku lagi dan kubiarkan mengalir begitu saja, aku ingin menumpahkan semuanya. Aku tahu Tuhan sedang memperhatikanku dan melihat betapa lemah anakNya ini. Tapi aku percaya Tuhan sudah mengampuniku dan juga orang-orang yang tak luput kubawakan dalam doa. Dia Allah yang selalu mengerti dan peduli akan keadaan anak-anakNya. Entah kenapa aku merasa diriku mulai bersemangat, yah… semangat yang datang dariNya yang tidak akan meninggalku di saat aku susah dan senang, kepadaNya kubersandar. Saat kembali duduk, diam-diam dengan tidak membuat teman disebelahku curiga, aku merogoh tissue dalam tasku untuk menghapus sisa bening di sela mataku. Pandanganku tertuju kembali ke altar, si Worship Leader berkacamata sedang mengajak kembali bernyanyi, aku tersenyum melihat caranya memuji Tuhan, ini kali ketiga aku melihatnya sebagai WL sejak bergabung dalam tim pelayan Ibsus, namun aku baru menyadari kebolehannya saat dia jadi worship leader di ibadah Diakonia keluarga dua minggu lalu. Dia punya karunia bakat dan keunikan sendiri, sama seperti WL lainnya di Ibsus muda/ i HKBP Jatiwaringin.


Ibadah masih berjalan dengan lancar, meskipun tidak dapat dipungkiri teman-teman ada yang tidak dapat menahan hasrat untuk tidak mengobrol dan berbisik-bisik yang tentunya dapat mengganggu konsentrasi jemaat yang beribadah. Dan aku pun baru sadar kalau sosok temanku, Sisca, belum tampak. Dimana dia? Apa sudah duduk di salah satu bangku di belakangku? Ah, tanpa kehadiran sahabat pun aku bisa ibadah sendiri, biar lebih konsentrasi, dan sebenarnya inilah yang kubutuhkan saat ini: ingin sendiri!! Sorry friend.


Kotbah inang pendeta yang kutunggu-tunggu, terasa menyadarkanku lagi. Aku memposisikan diriku seperti nabi Musa yang merasa tidak mampu menjalankan tugas yang Tuhan percayakan kepada Musa, padahal TUHAN mengatakan kalau Musa akan selalu dalam penyertaanNya dan menghadirkan Harun untuk membantu Musa dalam menjalankan tugas yang Tuhan perintahkan. Aku berpikir apakah ada jemaat yang hadir mempunyai masalah yang sama denganku? Aku berharap aku bisa seperti Musa yang akhirnya sadar dan kemudian mejalankan tugas panggilan Tuhan. Kembali aku membaca renungan yang ada buletin ibsus dan menghubungkannya dengan kotbah inang pendeta. Suara-suara itu lagi-lagi menegurku, aku menahan airmataku supaya tidak jatuh lagi, duh! Aku merasa dua minggu ini, diriku cengeng banget, bawaanya menangis mulu, hanya karena suatu hal yang kurasa tidak mampu kulakukan, baik dalam dunia kerja maupun dalam aktivitasku yang lain, padahal di sisi lain banyak orang yang sangat membutuhkanku di lingkungan kerjaku, di keluarga dan pelayananku. Aku butuh motivasi, butuh perhatian, butuh dorongan untuk membuatku semakin optimis dan percaya diri dalam menjalankan tugasku. And now, aku akan bangkit. Tuhan akan mendapingiku. Aku tahu apa pun yang terjadi dalam hidup ini ada penyebanya dan jika itu satu hal yang dapat dikategorikan suatu masalah, aku yakin semua itu pasti bisa diselasaikan dengan baik dan bijaksana karena Tuhan Maha pengasih dan penolong yang tiada duanya.


Saat persembahan ke-2 yang dihantarkan ke depan untuk korban bencana alam/gempa di Sumatera Barat, Padang, aku tertegun mendengar syair lagunya yang diambil dari Buku Ende no. 522, “Surgoi sambulonta do i”, lagu berbahasa batak yang menghibur hati, bahwa di dalam Kerajaan Sorga penuh dengan puji-pujian kepadaNya dan tidak ada penderitaan. Lagu yang bertentangan dan sengaja dihubungkan dengan kondisi bangsa Indonesia yang penuh goncangan/penderitaan, khususnya saat ini, untuk para korban bencana alam di Sumatera Barat, Padang. Aku berharap para korban bencana alam secepatnya mendapat bantuan, penghiburan serta pemulihan, baik jasmani maupun rohani.


Usai ibadah, aku baru sadar, niatku untuk merekam satu dua lagu terlupakan…Kuakui merekam sudah menjadi kebiasaanku. Meskipun begitu, aku tetap senang dan tersungging sendiri, karena tadi, diam-diam aku sempat merekam suatu hal yang lebih menarik perhatianku. Mudah-mudahan saja tidak ada yang memperhatikanku. Dan aku memang yakin teman-teman tidak akan ada yang tahu, mereka hanya tahu, bahwa aku merekam lagu-lagunya saja, padahal ada hal lain yang kurekam tanpa mereka sadari. Ini sudah kesekian kali aku merekamnya, dan semua itu sudah tersimpan rapi di mp4 yang selalu setia menemani dan menghiburku. Apakah itu? Lebih baik tidak kubeberkan di halaman ini, secret! Hahhahaa…Yang tahu hanya aku dan Tuhan. Kemudian aku menyalami teman-teman, dan teman-teman yang lain pun saling bersalaman mengucapakan selamat hari minggu, aku senang melihat kegembiraan di wajah mereka, begitu ceria dan menyenangkan. Aku ikut berbaur dengan mereka dan mengobrol apa adanya dan berharap mereka semua mendapatkan sesuatu yang baru dalam ibadah yang baru saja usai. Kemudian aku keluar melalui pintu samping gereja dan berdiri di koridor samping. Aku berniat menelepon temanku yang belum kelihatan batang hidungnya, padahal kami ada rencana usai ibadah akan langsung menghadiri acara resepsi pernikahan teman. Namun pada akhirnya aku memilih untuk tetap di geraja saja karena ternyata, ada rapat naposo untuk memastikan apakah NHKBP Jatiwaringin ikut berpartisipasi dalam pesparawi di HKBP Pasar Rebo. Aku berharap niat kami untuk ikut memang tulus, salah satu cara kami untuk datang dan makin dekat denganNya, namun dibutuhkan komitmen dan keseriusan serta kedisplinan untuk berlatih sesuai jadwal yang sudah ditentukan, apalagi waktu latihan hanya tinggal enam minggu lagi. kita lihat saja, bagaimana akhirnya? Ini tergantung pada pribadi setiap naposo, sedangkan aku, dari awal memang sudah komit, dan tetap berserah padaNya.


Sepuluh menit sebelum rapat usai, temanku, Sisca muncul dengan penampilan yang menawan, aku tersenyum menyambutnya, dia minta maaf dan mengajakku untuk makan malam di luar sebagai ganti acara resepsinya. Seusai rapat kami masih ngobrol-ngobrol di corner dengan beberapa teman naposo yang masih tinggal. Setengah jam kemudian kami beranjak meninggalkan gereja dan mengajak teman kami yang lain, Elisabeth, untuk turut bergabung makan malam di BRD, warung tenda pavorit anak NHKBP Jatiwaringin. Biasanya dua teman kami yang lain, Melda dan Dian turut ikut, tapi Melda sedang menghadiri acara resepsi teman yang batal kami hadiri malam ini, sedangkan Dian sedang berduka, opung kesayangnannya telah lebih dulu berpulang. Di BRD, sambil menikmati bubur yang sudah di pesan, kami mengobrol tentang berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan ini, namanya juga cewek pasti ada saja hal menarik yang dibicarakan, kami tertawa dan kadang saling meledek satu sama lain. Banyak hal yang kudapat malam itu, sesuatu yang tadinya aku tidak tahu jadi aku tahu serta ada juga yang membawa pemahaman baru bagiku, kuanggap positif. Pokoknya malam itu, kami membuat diri kami senang, seolah-olah tidak ada beban, dan aku benar-benar menikmatinya. Aku bersyukur padaNya, telah menghadirkan teman-teman yang begitu baik disekitarku. Dan aku tahu Tuhan sedang memperhatikan kami, melihat tiga cewek jomlo yang cekakak-cekikik kesenangan sedang membicarakan cowok. Aku berpikir kapan rencana Tuhan terjadi bagi kami perihal jodoh? Aku memperhatikan wajah kedua temanku, wajah yang mengharapkan kehadiran seorang kekasih dalam hidupnya, sama sepertiku, hehhehee..


Kalau saja hari masih sore kami masih akan betah berlama-lama disana, tapi ini sudah larut. Lalu atas keputusan bersama kami pun segera pulang dengan wajah ceria. Hm, minggu yang luar biasa pikirku, tak menyangka dalam tujuh jam yang kujalani barusan, membuatku semakin bersyukur bahwa Kasih Tuhan kepada umatNya sungguh luar biasa, Dia tidak pernah meningggalkan anak-anakNya, meskipun ada suka duka, inilah cara Tuhan untuk kita sadar dan belajar bagaimana hidup yang benar di hadapan Tuhan. Thanks God untuk setiap hari yang kujalani.

1 comment:

Anonymous said...

WL, pria muda berkaca mata... uummm... i guess i know what u mean.. Yup he's very tallented kak... really he is ;)
permisiii... mau lanjut baca2 lg yah..