Monday, August 3, 2009

Memberi dengan tulus

Andai dalam hidup ini tak ada kata pamrih, andai kita semua tak mengenal istilah hutang budi dan andai saja dalam keseharian kita tak ada balas saja, pasti hidup akan terasa lebih nikmat, ringan, simpel, dan betapa nyamannya. Dengan begitu akan lahir yang namanya keikhlasan, ada yang disebut kerelaan dan memunculkan satu sifat bernama ketulusan. Sebuah ketulusan yaitu menberi dengan segenap kerelaan hati, dengan keikhlasan yang sesungguhnya. Tetapi mungkinkah?

Pada dasarnyan dalam diri setiap manusia, setiap kita punya sifat altruisme yaitu naluri untuk selalu untuk memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang lain dengan tulus dan iklas. Dan itu sudah menjadi sifat yanga palig mendasar, yang memang dikaruniai oleh Tuhan. Pertanyaan, adakah altruisme bersemayam dalam hati kita? Adakah menolong tanpa pamrih masih sifat kita? Adakah memberi dengan tulus masih jadi identitas kita? Pertanyaan ini perlu dijawab, tentu saja dengan sejujurnya, sebab kita hidup ditengah wajah kehidupan yang kian hedonistis, hidup di tengah manusia yang makin individualistis.

Mungkin belum banyak yang tau tentang istilah altruisme ini. Sebab istilah tersebut baru mencuat kepermukaan pasca tahun 1971, saat itu seorang pakar biologi AS, Robert Treivers, mengungkapkan kesimpulan bahwa seseorang akan menolong orang lain karena ia yakin orang yang ditolongnya juga akan menolongnya. Sebab, mereka yang banyak menolong dengan sendirinya akan mendapat pertolongan. Dari sini bisa dilihat betapa ketulusan itu mustahil untuk tetap steril. Hal itu dipertegas oleh riset yang dilakukan oleh pakar psikologi AS, Forgan dan Bawer, yang bilang kalau menolong orang lain akan lebih disukai kalau ganjarannya jelas. semakin nyata ganjarannya, semakin mau dia menolong.

Pendapat mengatakan bahwa altruisme muncul dalam benak manusia lantaran adanya harapan bahwa perbuatan altruistik membawanya pada sebuah perhargaan yang sebenarnya dan perasaan yang memuaskan.

Nah, untuk lebih menguatkan kesimpulan itu, dilakukan pencobaan di sebuah laboratorium permainan. Para relawan diminta memberi uang yang telah disediakan kepada relawan lainnya. Namun, mereka tidak boleh memberi langsung pada pihak ketiga. Setelah permainan usai, terlihat bahwa pemain yang paling baik hati (banyak memberi uang kepada relawan lainnya) ternyata mengumpulkan uang paling banyak.

Dari percobaan ini, ditarik sebuah kesimpulan bahwa berbuat baik kepada orang lain, akan meningkatkan kemungkinan orang lain memperlakukannya lebih baik lagi. Dengan kata lain relawan yang baik hati telah menerima balasan secara tidak langsung. Ia memberikan uang kepada seseorang, tanpa berharap ada balasan setimpal dengan uang yang diberinya.Tapi ternyata ia mendapatkan lebih dari apa yang diberikannyaa. Orang akan melihat bahwa si baik hati itu telah menolong lain. Maka orang yang melihatnya berniat akan memberi pertolongan terhadapnya. Jika ia memang benar-benar memerlukan bantuan. Atau dalam istilah psikologi Daniel Batsan, altruisme terjadi lantaran adanya rasa empati, yaitu sebuah pengalaman yang menempatkan seseorang pada keadaan emosi orang lain seolah-olah ia mengalaminya sendiri.


ETNIX

No comments: